Upacara Macolongan “1 Bulan 7 Hari (42 hari)” Bayi Baru Lahir



[ X Tutup Iklan]

Pada saat umur bayi satu bulan tujuh hari (42 hari), maka akan di buatkan suatu upacara yang di sebut “ upacara Macolongan “.  Seperti yang di uraikan dalam Buku Kanda Empat Rare. Bahwa bayi dalam pertumbuhannya di dalam kandungan, sangat di bantu oleh empat unsur berdasarkan fungsinya masing – masing.  Keempat unsur itu kemudian di sebut “Catur Sanak”  yang berarti empat  saudara yang meliputi  Yeh nyom, Getih, Lamad/puser, dan ari – ari.

Dalam ajaran Kanda Empat Rare nama saudara empat ini, akan berganti – ganti sesuai dengan pertumbuhan si bayi, sehingga akan terdapat banyak nama untuk mereka. Disini, di dalam upacara macolongan ini Sang Catur Sanak di panggil dengan sebutan “Nyama Bajang”.

Yang di maksud “nyama bajang” adalah semua kekuatan – kekuatan yang membantu Sang Catur Sanakd di dalam kandungan. Menurut beberapa sulinggih “nyama bajang”  ada sebanyak 108, dan salah satu di antaranya bernama “bajang colong. Nama Bajang Colong inilah yang mungkin kemudian di jadikan nama upacara tersebut, sehingga disebut “Upacara Macolongan”.

Setelah bayi berumur 42 hari (Satu bulan tujuh hari sejak kelahirannya), maka sudah waktunya untuk mengembalikan si “nyama bajang” itu ketempat asalnya, karena di anggap tidak memiliki tugas lagi, bahkan kadang – kadang sering mengganggu si bayi. Dan sebagai pengganti nyama bajang tersebut adalah dua ekor ayam, satu jantan dan satu betina. Ayam ini pada umumnya di sebut “pitik”. Dan pitik ini biasanya tidak boleh di sembelih, karena di anggap sebagai pengasuh si bayi.

Banten Pecolongan

Banten pecolongan ini pada dasarnya di persembahkan kepada “nyama bajang”. Nyama bajang adalah kekuatan yang di anggap membantu Sang Catur Sanak dalam mewujudkan pertumbuhan si bayi di dalam kandungan. Atas semua jasanya itu,agar tidak ngerubeda (merusak), maka perlu di berikan abaan / lelabaan berupa banten pecolongan. Sedangkansebagai simbol bentuk perwujudan Nyama Bajang adalah:

  1. Sebuah buki ( periuk tanak yang bagian bawahnya bolong) diberikan kalung tapis. Disebut sebagai bajang
  2. Sebuah pusuh biu (jantung pisang) diisi pis bolong (uang kepeng) sebanyak 3 kepeng. Disebut Bajang Pusuh
  3. Papah Nyuh (pelepak kelapa) yang berlubang diisi secarik kain (putih – kuning) dan ditandai tapak dara dengan kapur sirih. Disebut Bajang Papah
  4. Dilengkapi sebuah genjer yang dibuat dari pelepah jaka, dihiasi bunga berwarna merah / bunga kembang sepatu (Pucuk Bang) disebut Bajang Raregek.
  5. “Pitik” yaitu dua anak ayam laki – perempuan yang disebut dengan Bajang Colong

Dan masih banyak bajang-bajang yang lainnya. Tujuan upacara ini adalah untuk mengucapkan terima kasih kepada bajang-bajang tersebut, karena telah membantu merawat si bayi selama didalam kandungan, sampai kemudian lahir dan berumur 42 hari. Dan sekarang tugas mereka telah selesai, maka setelah diberikan lelabaan (upacara pecolongan), mereka dipersilahkan kembali ke asal masing-masing.

Baca Juga:   Asal Usul Bhatara Kumara, Pengasuh Bayi Yang Welas Asih

Melukat di Brahma     

                Upacara mecolongan ini biasanya tidak berdiri sendiri, dia merupakan rangkaian upacara yang bertujuan untuk membersihankan si bayi dan ibunya dan juga bapaknya, dari segala leteh sebel kendal/cuntaka papa petaka yang diakibatkan oleh adanya kelahiran si bayi.

Menurut Kanda Empat Rare setelah bayi berumur 42 hari, maka disebut utug Akambuh. Maka sudah saatnya untuk mengadakan pembersihan lahir dan batin bagi si Ibu dan anaknya, juga bapaknya. Agar terbebas dari sebel – Kendel, cuntaka papapetaka. Prosisi ini pada umumnya dilakukan di dapur, dengan istilah “Melukat di Brahma”. Kalau tidak di dapur maka boleh di halaman rumah menghadap ke selatan. Upakaranya, tentu menurut desa kala patra yang ada.

Diawali dari upacara mebakala, prayascita, natab, mebakti, metirta, yang mengandung makna pembersihan secara sekala – niskala, dan mohon keselamatan agar si bayi dan orang tuanya terhindar dari berbagai gangguan sekala – niskala. Disisi lain, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang numadi, khusunya Ida Sanghyang Widi Wasa , agar senantiasa memberikan keselamatan kepada umatnya.

Dan sebagai symbol para “nyama bajang”   ini tidak lagi menunggui si bayi, maka sehabis upacara mecolongan ini, sanggah cucuk, kelangsah dan segala atribut yang ada di tempat menanam ari-ari boleh dibongkar, boleh dibersihkan.

sumber : Buku Kanda Empat Rare Oleh Mangku Pekandelan & Drs. I Wayan Yendra



Semoga Bermanfaat





Ngiring subscribe youtube channel Mantra Hindu inggih [klik disini]





Bermanfaat ? Sebarkan ke Keluarga dan Sahabatmu..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

[related_post themes="flat" id="1194"]