Penjelasan Cara Menanam Ari – Ari Menurut Hindu- Bali



[ X Tutup Iklan]

Ari – ari merupakan salah satu bagian penting dalam proses perkembangan janin di dalam kandungan. Dalam tatwa Kanda Pat disebutkan bahwa manusia lahir ke dunia dibantu oleh 4 saudara yaitu ari – ari, lamas, darah dan yeh nyom. Ke empat saudara inilah yang menjaga bayi dalam kandungan dan membantu proses kelahiran bayi. Setelah bayi lahir maka sang kanda pat pergi menuju lokasinya masing untuk beryoga dan karena keteguhannya beryoga maka keempat saudara kita tersebutlah pada akhirnya akan menjadi Sang Suratman, Sang Jogormanik, Sang Mahakala dan Sang Dorakala yang akan menjadi saksi perilaku kehidupan dan sebagai penuntun jalan setelah kematian.

Saat bayi lahir maka ada upacara khusus yang harus dilakukan untuk mendem ari – ari si bayi. Ari – ari yang sudah di bersihkan di masukkan kedalam kelapa yang sudah di belah dua. Namun sekarang ini peranan kelapa sudah di ganti dengan payuk tanah, yang biasanya dapat di tempat bersalin. Atau boleh juga di gunakan keduanya. Maksudnya ari – ari yang sudah di tutuppayuk tanah tersebut bissa di bungkus lagi dengan kelapa yang sudah di belah dua, dan di tulis dengan rerajahan di atasnya dengan “Ongkara” dan sebelah bawahnya dengan tulisan “Ongkara – Angkara – Ahkara”.

Kemudian isian dari ari – ari yang di dalam payuk tanah atau kelapa tersebut yaitu: duri – duri, isin ceraken, anget – anget, wangi – wangian dan sedah selasih. Semua itu kemudian di bungkus dengan kain kasa (kain putih), lalu di tanam di halam depan rumah di samping pintu, bila bayi laki – laki ari – arinya di tanam di samping kanan, sedangkan bila perempuan di tanam di sebelah kiri. Ingat pengertian samping kanan – kiri ini di lihat dari dalam rumah.

Baca Juga:   Pura dan Sanggah Pamerajan (Filosofi, Etika dan Tata Cara)

Sebelum di tanam ucapkan mantra ini terlebih dahulu : ” Om ibu pertiwi rumaga bayu, rumaga amwerta sanjiwani, amertani ikang sarwa tunuwuh, si… (Nama anak)…. moga – moga dirgayusa. pomo -pomo – pomo”. Setelah itu baru di timbun (urug) dengan tanah. Diatas timbunan tanah di taruh batu pipih, dan di tancapkan pohon pandan wong. Diatas batu tersebut, di sajikan nasi kepelan dengan alas Daun dadap, sedikit lauk pauk, garam dan arang, lalu di siram air. Tancapkan juga kelangsah dan sanggah cucuk (hiasi dengan bunga merah), serta baleman dan lampu. Selama 42 hari lampu tersebut di nyalakan tiap malam hari. Jangan lupa ari – ari ditutup dengan kurungan ayam.

Tehadap bayi dan Sang Catur Sanak buatkan banten dapetan . Ari – ari itu di umpamakan Layon (Panca mahabutha). sanggah cucuk adalah linggih Sang Hyang Bhuta – Bhuti / Bhuta Pati. Sanggah itu setiap hari di banteni dengan canang sari munggah di sanggah, di bawahnya buatkan nasi empat kepel yaitu warna hitam di sebelah utara, putih sebelah timur, merah sebelah selatan, kuning sebelah barat dan manca warna di tengah. Maksud dan tujuannya, mendoakan agar sang bayi kedigayusaan selamat dan panjang umur.

Sumber: Buku Kande Empat Rare oleh Mangku alit Pekandelan dan Drs. I Wayan Yendra

 



Semoga Bermanfaat





Ngiring subscribe youtube channel Mantra Hindu inggih [klik disini]





Bermanfaat ? Sebarkan ke Keluarga dan Sahabatmu..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

[related_post themes="flat" id="1177"]