Penjelasan Lengkap Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon



[ X Tutup Iklan]
  • Pengertian Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon

  1. Purnama

Sesuai dengan namanya pelaksanaan Upacara ini berlangsung saat bulan Purnama, yaitu jatuh pada setiap malam bulan penuh (Sukla Paksa). Rerahinan Purnama jatuh setiap 30 hari atau 29 hari sekali. Pada hari ini seluruh pura – pura di Bali biasanya ramai oleh umat yang melakukan persembahyangan. Pada rerahinan purnama beryogyalah Sang Hyang Candra (bulan) yang merupakan hari penyucian oleh Sang Hyang Rwa Bhineda yaitu Sang Hyang Surya dan Sang Hyang Candra. Rerahinan purnama merupakan sebuah momentum guna mengintrospeksi diri, bersujud dihadapan Ida Sang Hyang Widhi dan kembali kepada (Rwa Bhineda) sekala dan niskala. Disamping itu pada rerahinan purnama vibrasi suci akan terpancar dari sinar rembulan sehingga sangat baik untuk melaksanakan yoga Samadhi. Pada hari ini umat melakukan persembahyangan di mulai dari Merajan, Merajan Dadia, Pura Kayangan Tiga dan jika memungkinkan sangat baik untuk melakukan Tirta Yatra.

  1. Tilem

Tilem adalah rerahinan atau hari suci bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon berkah dan karunia dari Ida Sang Hyang Widhi. Tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati (Krsna Paksa). Hari suci Tilem dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali. Pada hari suci Tilem, bertepatan dengan Sanghyang Surya beyoga memohonkan keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi. Pada hari suci demikian itu, sudah seyogyanya para rohaniawan dan semua umat manusia menyucikan dirinya lahir batin dengan melakukan upacara persembahyangan dan menghaturkan yadnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi.

  1. Kajeng Kliwon

Kajeng Kliwon adalah pertemuaan antara Tri Wara dan Panca Wara, dimana tri waranya adalah Kajeng dan panca waranya adalah Kliwon. Hari suci Kajeng Kliwon dirayakan setiap 15 hari. Pada hari kajeng kliwon banyak masyarakat bali mengangap sebagai hari yang keramat. Padahal sesungguhnya menurut Sastra Agama, tentang kekeramatan dan kesakralan dari hari kajeng kliwon adalah pengaruh dari pertemuan harinya yaitu pertemuan antara Tri Wara dan Panca Wara yang memiliki kekuatan Religiomagis, yaitu:

  1. Hari Kajeng (Tri Wara), yaitu merupakan prabhawanya Sang Hyang Durga Dewi sebagai perwujudan dari kekuatan “Ahamkara”, yang memanifestasikan kekuatan Bhuta, Kala, dan Durga di Bumi.
  2. Hari Kliwon (Panca Wara), yaitu merupakan hari prabhawanya Sang Hyang Siwa sebagai perwujudan kekuatan Dharma yang memanifestasikan kekuatan Dewa.

Dengan demikian menyatunya kekuatan Siwa dengan kekuatan Durga, maka lahirlah kekuatan Dharma Wisesa sehingga dari sini lahirnya Kesidhian, Kesaktian, dan Kemandhian yang selalu dikendalikan oleh kekuatan Dharma (Lontar Kala Maya Tattwa).

Oleh karena itulah umat Hindu secara tekun dan kontinyu menghaturkan persembahan serta memuja Hyang siwa, untuk memohon kekuatan kesidian, kesaktian, kemandhian, serta kedharman sebagai kebutuhan dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.

 

  • Makna Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon

  1. Purnama

Hari raya Purnama bermakana memohon berkah dan karunia dari Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) yang telah menerangi dunia beserta isinya dan kebersihan lahir dan batin dalah satu ujud keimanan, kebersihan secara manusia secara lahir dan batin sangatlah penting, pada badan yang bersih tidak aka nada kotoran yang melekat, dalam jiwa yang bersih akan timbuk pikiran yang bersih, dengan perkataan yang dan perbuatan yang baik dan bersih akan timbul pikiran yang baik/bersih yang akan dapat ganjaran yang baik juga. Kebersihan hati juga adalah satu hal yang pokok dan sangat penting terutama saat memohon berkah dan anugrah kepada Sang Pencipta (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Pada saat bulan purnama penuh menurut Agama Hindu, Dewa dan Widyadara – widyadari turun mebersihkan dan menyucikan alam semesta beserta isinya.

Kebersihan diri mrmpunyai peran penting dalam kehidupan untuk mencapai keselarasan, baik itu untuk diri sendiri, orang lain, lingkungan maupun terhadap Tuhan atau Ida Sanh Hyang Widhi. Dengan kebersihan diri, kita akan di berikan kemudahan kebahagian, maka kita sebagai umat hindu seendaknya menjaga dan memelihara terutama kebersihan hati dan pikiran, karena dengan itu semua hidup ini akan terasa lebih bermakana baik di mata dunia maupun di hadapan Tuhan.

  1. Tilem

Pada waktu hari suci tilem umat Hindu berusaha mendekatkan diri kehadapan Brahman atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dengan melakukan persembahyangan berupa canang sari. Maksud dan tujuannya adalah dalam memuja Brahman atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan bunga – bunga yang menyimbolkan “Wasana“, secara harfiah kita berserah diri di hadapan-NYA yang merupakan sari dari keberadaan kita yang alami. Ketika kita mengambil bunga untuk persembahyangan kelima jari – jari tangan menjuntai ke bawah, hal ini menunjukkan bahwa manusia masih terikat oleh keduniawian, dan masih terikat oleh benda – benda material, serta masih dipengaruhi oleh rasa emosional yang tinggi. Selanjutnya bunga – bunga tersebut juga dibawa keatas oleh jari – jari tangan yang tercakup, hal ini menyimbolkan bahwa seseorang mempersembahkan karma wasananya ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan kata lain kecenderungan yang mengarah pada hal – hal yang berbau duniawi kini diarahkan menuju Brahman atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Bulan tilem juga sering di istilahkan dengan hati atau pikiran manusia yang sedang menyusut, dengan perumpamaan yang berbasis pada kekuatan kala atau waktu. Jika pikiran seseorang sedang keruh, dirasuki oleh sifat – sifat angkara murka, maka diistilahkan dengan bulan yang dewatanya sedang menyusut menuju pada kegelapan (Tilem). Hal ini hampir dialami oleh setiap orang, sehingga pada bulan tilem banyak orang yang masih bingung dan meraba – raba dalam kegelapan karena manusia ada dalam pengaruh maya atau kepalsuan. Pengaruh maya atau kegelapan disimboliskan dengan bulan mati atau tilem yang selalu bertarung dalam pikiran manusia, jika Atma Tatwa yang menang atau lebih dominan maka seseorang akan menjadi bijaksana, welas asih dan berbudi pekerti yang luhur, jika Maya Tatwa yang menang atau lebih dominan maka egonya muncul, ingin selalu lebih unggul, mudah sekali dihinggapi oleh sifat – sifat buruk.

  1. Kajeng Kliwon
Baca Juga:   Mengenal Hari Raya Ganesha Chaturthi

Kajeng kliwon merupakan hari yang ditakuti dan di keramatkan oleh umat Hindu karena Konon Sang Tiga buchari bermohon kehadapan Sanghyang Durgha Dewi, memohon berkah untuk membuat bahaya, mengundang semua desti, teluh, terangjana yang mengakibatkan timbulnya kekacauan dan merajalelanya seribu satu macam penyakit – penyakit yang selalu mengancam jiwa keluarga. Selanjutnya Sang Bhuta Kala selalu menggoda, anggota keluarga kemasukan Sang Butha Kala, dimakan (ditadah) oleh rakyatnya Sang Hyang Kala dan rakyatnya Sanghyang Durgha Dewi. . Pada hari kajeng kliwon umat Hindu di Bali menghaturkan sesajen dan persembahan kepada Sang Hyang Dhurga Dewi, sedangkan di tanah, sesajen dan persembahan dihaturkan kepada Sang Bhuta Bucari, Sang Kala Bhucari dan Sang Durgha Bucari. Penjelasan tersebut bermakna bahwa pada saat Kajeng Kliwon dimana kekuatan negatif cenderung lebih kuat daripada kekuatan positif, maka daripada itu manusia harus mempersembahkan sesajen untuk menetralisir kekuatan negatif yang membahayakan yang dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi manusia.

  • Tujuan Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon

  1. Purnama

Umat Hindu meyakini Bahwa kelahirannya di dunia ini tidak terlepas dari pengaruh karma masa lalunya. Sisa- sisa karma dimana hidup yang terdahulu disebut dengan karma wasana. Maka pada saat Purnama ini kita juga hendaknya mengadakan pembersihan secara lahir bathin. Karena itu, disamping bersembahyang mengadakan puja bhakti kehadapan Hyang Widhi untuk memohon anugrahNya, juga kita hendaknya mengadakan pembersihan dengan air (mandi yang bersih). Menurut pandangan Hindu bahwa air merupakan sarana pembersihan yang amat penting di dalam kehidupan manusia. Air disamping merupakan sarana pembersih, juga sebagai pelebur kekotoran.

Adbhirgatrani suddhyati, manah satyena suddhyati

vidyatapobhyam bhutatma, buddhir jnanena suddhyati

(Manavadharmasastra V.109)

Artinya:

Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa manusia dengan pengetahuan (pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dengan kebijaksanaan (pengetahuan) yang benar. 

Kondisi bersih secara lahir bathin di dalam kehidupan ini sangat perlu, karena di dalam tubuh dan jiwa yang bersih akan muncul pemikiran, perkataan dan perbuatan yang bersih pula, sehingga tercapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Jadi kebersihan sangat penting artinya untuk bisa tercapai suatu kebahagiaan, lebih-lebih dalam hubungannya dengan pemujaan kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Suci), maka kebersihan (kesucian) secara lahir bathin merupakan syarat mutlak.

  1. Tilem

Persembahan hari Tilem dimaksudkan agar umat Hindu yang tekun melaksanakan persembahan dan pemujaan pada hari Tilem, ketika meninggal rohnya tidak diberikan jalan yang sesat (neraka), namun sebaliknya agar diberikan jalan ke swarga loka oleh Sang Hyang Yamadipati (Lontar Purwana Tattwa Wariga). Hari suci tilem dirayakan dengan tujuan untuk menumpas kegelapan tersebut berupa hawa nafsu jahat yang disebut dengan Sad Ripu, yaitu: Kama (hawa nafsu), Kroda (kemarahan), Lobha (ketamakan), Moha (keterikatan), Mada (kesombongan), dan Matsarya (iri hati atau kebencian).

Oleh karena itu menurut petunjuk sastra Agama Hindu ”Lontar Purwa Gama” menuntun umat Hindu agar selalu ingat melaksanakan suci laksana, khususnya pada hari Purnama dan hari Tilem, untuk mempertahankan serta meningkatkan kesucian diri, terutama para Wiku, untuk mensejahterakan alam beserta isinya karena semua mahluk akan kembali ke hadapan yang Maha Suci, tergantung dari tingkat kesucian masing-masing.

Proses penyucian diri, menurut petunjuk Sastra Agama yang penekannya pada, ”Suci Laksana”, karena pada pelaksanaannya mengandung makna yang sangat tinggi, dalam arti pada penekanan tersebut sudah terjadi penyatuan dari pelaksanaan Catur Yoga, sehingga atas kekuatan dari Catur Yoga tersebut dapat menyucikan Stula Sarira (badan Kasar), dan Suksma Sarira (badan halus) dan Antahkarana Sarira (Atma), yang ada pada diri manusia khususnya umat Hindu.

  1. Kajeng Kliwon

Tujuan dari pelaksanaan rahinan Kajeng Kliwon adalah mengembalikan keseimbangan alam niskala dari alam bhuta menjadi alam dewa (penuh sinar), sedangkan Sekalanya manusia selalu berbuat Tri Kaya Parisudha agar mendapat keselamatan, kesentosaan, kesempurnaan dan hidup berbahagia, patutlah petunjuk – petunjuk dilakukan dengan penuh keyakinan, dengan hati bhudi yang suci hening dan dengan rasa tulus ikhlas.

Bilamana hal ini dilalaikan, maka rumah tangga menjadi kacau, penyakit datang menyerang silih berganti, bahaya maut selalu mengintai. Dewa – Dewa dan Bhatara- Bhatari pergi berlarian, tidak mau tinggal disanggah atau pemerajan Dengan demikian diharapan dunia ini menjadi seimbang dan juga hendaknya manusia lebih yaitu umat Hindu sendiri melaksanakan yadnya disaat kajeng kliwon agar keseimbangan dunia ini tidak tergoyahkan ataupun tercemar dari hal yang negatif atau hal – hal yang tidak diinginkan baik secara sekala maupun niskala.

Baca Juga:   Filosofi Hari Suci Tumpek Landep

 

Jenis-jenis Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon

Purnama

  1. Purnama Sasih Kasa atau Sasih Sarwanja
  2. Punama Sasih Karo atau Sasih Badrawada
  3. Punama Sasih Katiga atau Sasih Asuji
  4. Purnama Sasih Kapat atau Sasih Kartika.

Pada hari Purnama Kapat ini merupakan beryoganya Sang Hyang Purusa Sangkara yang diiringi oleh para Dewa, Rsigana, Dewa Pitara atau leluhur semuanya. Hari ini umat Hindu melakukan pemujaan kepadaNya, khusus untuk para pandhita wajib melakukan yoga dengan Suryasewana dan Candrasewana. Dalam melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Candra patut mempersembahkan penek jenar, prayascita luwih, pareresikan, daging ayam, dan menghaturkan pula segehan agung. Untuk para widyadara dan widyadari di haturkan sesayut widyadari di tempat tidur dan untuk para leluhur juga menghaturkan suci lengkap. Untuk para bhuta dipersembahkan segehan agung 1 soroh. Semua itu dilakukan sebagai wujud bhakti untuk memohon kedirgayusan dan kesucian.

  1. Purnama Sasih Kalima atau Sasih Margasira
  2. Purnama Sasih Kenem atau Sasih Posya
  3. Punama Sasih Kapitu atau Sasih Magha
  4. Purnama Sasih Kawulu atau Sasih Phalguna

Pada sasih kawulu ini merupakan waktu turunnya para bhuta kala ke dunia yang ingin menggoda manusia, karena umat manusia hendaknya menyucikan diri pikiran untuk menjaga ketentraman dunia.

  1. Purnama Sasih Kesanga atau Sasih Caitra
  2. Purnama Kedasa atau Sasih Waisaka

Purnama sasih Kedasa dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Sunya Amerta pada Sad Kahyangan Wisesa. Piodalan Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih dilakasanakan setiap Purnama sasih Kedasa.

  1. Purnama Sasih Desta atau Sasih Jyesta

Purnama sasih Jiyesta (Purnama kesebelas), oleh umat Budha di peringati sebagai hari suci waisak. Hari suci waisak biasanya jatuh diantara purnama jiyesta, untuk mengenang dan menghormati ajaran-ajaran Sang Budha Sidarta Gautama. Oleh para pengikutnya semu wejangan wejangan dan ajaran-ajarannya di tuangkan dalam kitab yang bernama “Tripitaka”. Sidarta Gautama mencapai Kebudhaan (penecerahan/nirwana). Sejak saat itu Sidarta mengajarkan ajaran kebudhaan pada umat manusia, sampai akir hayatnya. Maka sampai saat ini hari suci itulah Agama Budha berkembang dengan pesatnya.

  1. Punama Sasih Sadha atau Sasih Asadha

Punama Kesadha (keduabelas) bagi umat Hindu di Pegunangan Tengger, Malang, Jawa Timur. Begitu dirayakan dengan khusuk dan hidmat. Upacara persembahan sesaji ke kawah Gunung Bromo yang terkenal dengan upacara Kesodho adalah untuk mengenang dan menghormati seorang insane yang luar biasa yang bernama Dewa Kusuma. Demi memenuhi janji orang tuanya (Roro Anteng dan Joko Seger), Dewa kusuma rela di cemplungknan ke kawah Gunung Bromo sebagai sesaji/persembahan. Maka demikian lah hingga sekarang dan samoai saat ini suku Tenger di Malang masih melangsungkan adat istiadat member sesaji kedalam kawah Gunung Bromo. Pengorbanan Dewa Kusuma sungguh mulia dan perpuji. Dia iklas melaksanakan yajna itu demi kebahagiaan orang tua dan saudara-saudaranya.

 

 

Tilem

  1. Tilem Sasih Kasa atau Sasih Sarwanja
  2. Tilem Sasih Karo atau Sasih Badrawada
  3. Tilem Sasih Katiga atau Sasih Asuji
  4. Tilem Sasih Kapat atau Sasih Kartika
  5. Tilem Sasih Kalima atau Sasih Margasira
  6. Tilem Sasih Kenem atau Sasih Posya
  7. Tilem Sasih Kapitu atau Sasih Magha

Sehari sebelum Tilem Sasih Kapitu disebut Hari Raya Siwaratri, malam ini adalah malam yang paling gelap dalam 1 tahun. Pada malam harinya umat hindu melakukan brata Siwaratri yang terdiri dari Mona Brata yang artinya tidak berbicara, Upawasa yang artinya tidak makan dan minum, dan Jagra yang artinya tidak tidur dari pagi sampai pagi kembali. Pada malam ini Bhatara Siwa melakukan Yoga Samadhi, yang hendaknya umat Hindu mengikuti pula dengan melakukan penyucian diri melalui palukatan atau prayascita. Keesokan harinya yaitu pada tilem kapitu umat Hindu melakukan pabersihan diri kembali serta melakukan pemujaan di sanggah atau parhyangan masing – masing.

  1. Tilem Sasih Kawulu atau Sasih Phalguna

Pada tilem sasih kawulu ini merupakan waktu turunnya para Bhuta kala ke dunia yang ingin menggoda manusia, karenanya umat manusia hendaknya menyucikan pikiran untuk menjaga ketentraman dunia. Disamping itu pikiran perlu memuja Bhatara dengan menghaturkan saji berupa sesayut, tipat sirikan menurut neptu hari, dagingnya palem udang, sayur talas,daun cabai bun, daun gamongan, daun kencur, dan kacang ijo semuanya diurap, daun dapdap (delundung) sesuai urip hari, sambel gente, untu – untu, jagung, keladi, ketela, tebu, semua direbus. Buah buahan seperti Buni, Sentul, Rambutan, Salak, serta tetebus tadah pawitra. Semua sesaji itu dihaturkan pada Tilem Kaulu.

  1. Tilem Sasih Kesanga atau Sasih Caitra

Tilem Kesanga adalah hari pesucian para dewa bertempat di tengah – tengah samudra, sambil ngambil intisari air hayat (sarining amertha kamandalu). Tilem kesanga (kesembilan) dirayakan untuk menyambut tahun baru saka. Adapun rentetan upacaranya adalah: tiga hari sebelum nyepi dilakukan upacara mekiis atau melis kepantai (laut), ke sungai yang dianggap suci, ke danau atau sumber – sumber air lainnya. Dengan mengusung pratima – pratima (benda – benda sakral) yang ada di pura – pura. Diiiringi dengan kekidung dan gambelan bleganjur.

  1. Tilem Sasih Kedasa atau Sasih Waisaka
  2. Tilem Sasih Desta atau Sasih Jyesta
  3. Tilem Sasih Sadha atau Sasih Asadha
Baca Juga:   Penjelasan Lengkap Acintya (Sang Hyang Widhi atau Sang Hyang Tunggal)

 

Kajeng Kliwon

  1. Kajeng Kliwon Enyitan
  2. Kajeng Kliwon Uwudan

Kajeng Kliwon Uwudan adalah Kajeng Kliwon yang jatuh pada Pangelong atau periode hingga 15 hari setelah Purnama. Kajeng kliwon merupakan hari pemujaan terhadap Sanghyang Siwa, yang diyakini pada hari tersebut Sang Hyang Siwa bersemadi. Rerainan kajeng kliwon dipercaya sebagai hari yang keramat. Pada hari kajeng kliwon umat menghaturkan segehan yang dihaturkan kepada Sang Hyang Dhurga Dewi, di tanah segehan dihaturkan kepada Sang Bhuta Bucari, Sang Kala Bhucari dan Sang Dhurga Bucari.

  1. Kajeng Kliwon Pemelastali

 

 

Purnama Tilem Sebagai Simbolis Rwa Bhineda

Rerahinan Purnama Tilem yang dirayakan oleh umat Hindu merupakan simbolis penerimaan Rwa Bhineda (dua sisi baik dan buruk, gelap dan terang). Begitu pula halnya dengan suka dan duka, digolongkan sebagai Rwa Bhineda (dua sisi yang berbeda). Purnama Tilem mengingatkan manusia akan adanya dua sisi yang saling bertentangan dalam kehidupan ini. Yaitu adanya gelap dan terang, kehidupan dan kematian, baik dan buruk, cinta dan benci, jahat dan baik, bersih dan kotor, dan sebagainya.

Ini berarti makna Purnama Tilem adalah agar jiwa tenang dan setabil ketika menghadapi suka dan duka kehidupan. Kestabilan jiwa itu penting dimiliki oleh manusia. Sebab di dunia ini semua orang akan dan pernah mengalami suka dan duka, apapun status sosialnya di masyarakat. Apakah dia orang kaya, orang miskin, orang berpangkat, petani, pedagang, dan sebagainya.

Mereka yang sudah mampu melewati siklus suka duka itu disebut “Jiwan Mukti” atau “Moksah selagi masih hidup”. Suka dan duka juga dialami olehnya, tetapi jiwa dan batinnya sudah tidak terpengaruh, karena yang mengalami semua itu hanyalah badan kasarnya saja. Mereka-mereka ini sering disebut dengan “Yogi”.

Bagaimana cirri-ciri seorang Yogi? Di dalam kitab suci Bhagavad Gita Bab V yang berjudul “Karma samnyasa Yoga” semuanya sudah dijelaskan. Beberapa kutipan bait sloka:

Bab V­-10

“brahmany adhaya karmani

Sangam tyaktva karoti yah,

Lipyate na sa papena

Padma-patram ivambhasa”

Artinya:

Mereka mempersembahkan semua kerjanya, kepada Brahman, berbuat tanpa motif keinginan apa-apa, tak terjamah oleh dosa papa, laksana daun teratai tak terbasah oleh air.

Bab V-11

“kayena manasa buddhya

Kevalair api,

Yoginah karma kurvanti

Sangam tyaktvatma-suddhaye”

Artinya:

Para yogi terlibat dalam bekerjamempergunakan badan, pikiran akal buddhi dan bahkan dengan panca indria mereka, hanya untuk penyucian diri dengan menanggalkan keterikatan.

Bab V-12

“yuktah karma-phalam tyaktva

Santim apnoti naisthikim,

Ayuktah kama-karena

Phale sakto nibadhyate”

Artinya:

Seorang yogi yang taat melakukan karma akan mencapai kedamaian abadi, dengan melepaskan keterikatan pada pahala, tetapi siapa yang tidak mentaati karma, karena dipengaruhi oleh keinginannya, akan terbelenggu pada pahala karma itu.

Bab V-18

“vidya-vinaya-sampanne

Brahmane gavi hastini,

Suni caiva svapake ca

Panditah sama-darsinah”

Artinya:

Orang arif bijaksana melihat semuanya sama, baik brahmana budiman dan rendah hati maupun seekor sapi, gajah, dan anjing ataupun orang hina papa tanpa kasta.

Bab V-20

“na prahrsyet priyam prapya

Nodvijet prapya capriyam,

Sthira-buddhir asammudho

Brahma-vid brahmani sthitah”

Artinya:

Dia tidak bergirang menerima suka dan juga tidak bersedih menerima duka, tetapi dalam kebijaksanaan teguh iman, mengetahui Brahman, bersatu dalam Brahman.

Hukum Rwa Bhineda berlaku untuk semua mahluk hidup di dunia ini, baik itu manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Tapi manusia mempunyai kemampuan dan potensi untuk bisa terlepas dari hukum tersebut. Yang penting manusia itu sendiri giat berusaha. Karena di dunia material ini tidak ada yang tidak mungkin. Jika usaha manusia itu mengaruh pada kebaikan, maka dia akan berevolusi meningkatkan energi jiwanya. Sedangkan jika mengaruh pada keburukan, maka dia akan berevolusi menurun kan energi jiwanya.

Untuk itulah dalam hokum reinkarnasi manusia yang mempunyai energi buruk bisa merosot kelahirannya menjadi seekor binatang. Sedangkan manusia yang punya energi baik pada kehidupan yang akan datang dia akan lahir di lingkungan seorang yogi. Selanjutnya dia mempunyai kesempatan untuk meningkatkan evolusi kelahirannya kembali.

 Baca Selanjutnya Cara Membuat Banten Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon >>

Sekian pemaparan Hari suci Purnama,Tilem dan Kajeng Kliwon hendaknya dijadikan momentum menebarkan benih-benih kasih pada diri sendiri terlebih dahulu. Jangan dilihat dari aktivitas kerutinannya, karena bisa menimbulkan kejenuhan. Justru di balik rutinitas itu terdapat suatu rahasia tersembunyi yang harus disingkapkan. Rahasia kasih dalam melakukan pemujaan, seninya menata kehidupan dari hari kehari menuju pada kecermerlangan-Nya, Indahnya panorama dalam keagungan keahlian-Nya, bahagia sang mahluk di dalam memanjatkan doa pada sang Khalik-Nya.

 

Sumber :

Tantra Yasa

Tambang Raras, Niken. 2004. HARI SUCI PURNAMA TILEM. Surabaya: Paramita

Tambang Raras, Niken. 2006. KAJENG KLIWON. Surabaya: Paramita

Sudarsana, MBA. MM, Drs. I. B. Putu. 2003. Ajaran Agama Hindu. Denpasar: Percetakan Bali

  1. Kasturi. Sadhana (Disiplin Spiritual). Surabaya: Paramita

Pemerintah Propinsi Bali, Arti dan Fungsi Sarana Upakara, 2001

Gede Sura, Drs. Pengendalian diri dan ethika, Departemen Agama RI

Tim Penyusun. 2005. Buku Pelajaran Agama Hindu Untuk SLTA. Surabaya: Paramita



Semoga Bermanfaat





Ngiring subscribe youtube channel Mantra Hindu inggih [klik disini]





Bermanfaat ? Sebarkan ke Keluarga dan Sahabatmu..

2 thoughts on “Penjelasan Lengkap Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon

  1. Mohon bantuannya kalau menghaturkan caru manca warna di pekarangan atau lebuh mantra apa sebaiknya di ucapkan,? Kepada siapa caru itu di haturkan? Mungkin perlu penjelasan yg lain yang tidak tahu saya mesti tanyakan. Mohon bantuannya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

[related_post themes="flat" id="387"]